Strategi Manipulatif dan Sistemik: Kekacauan Terkendali, Layar Asap / Pengalih Isu, Pecah Belah dan Kuasai, False Flag Operations, Elite Capture, Disinformation / Propaganda
"Strategic evil" or “manipulative intelligence”, “moral disengagement”
Kadang kita terburu-buru dalam mengadili sesuatu, lalu merasa benar sendiri saat menghukum tanpa proses yang adil. Padahal, kalau kita menghakimi seenaknya, kita sama saja sedang memperpanjang kekejaman, bukan menyelesaikan masalah. Di sisi lain, marah itu memang wajar, tapi kita perlu sadar bahwa ketika kita marah tanpa kendali, sebenarnya kita sedang berada di bawah kendali—bukan atas nama kebenaran, tapi karena emosi atau mungkin karena sedang diprovokasi.
Misalnya, dalam aksi demonstrasi, banyak orang merasa bahwa membakar gedung DPR adalah bentuk kemarahan yang sah. Tapi mari pikir ulang: bagaimana kalau ternyata di dalam gedung itu ada dokumen-dokumen penting yang bisa menjadi bukti korupsi? Kalau gedungnya terbakar, siapa yang diuntungkan? Bukan rakyat, bukan penegak hukum—melainkan para pejabat korupsi yang sedang tertawa puas karena jejak mereka hilang bersama api. Di saat publik marah dan kacau, mereka justru berhasil membersihkan namanya secara tidak langsung.
Yang lebih mengerikan, korupsi di negeri ini bukan sekadar soal individu yang serakah. Saya pernah tak sengaja menemukan hasil investigasi dari Narasi—sebuah media independen—yang diam-diam sedang menelusuri keterlibatan jaringan mafia. Ini bukan teori konspirasi. Ini nyata. Dan mereka bekerja dalam diam, di balik layar, dalam sistem yang sudah rapuh sejak lama.
Ironisnya, sebagian demonstran—tidak semuanya memang—justru merusak citra perjuangan itu sendiri. Mereka turun ke jalan membawa semangat keadilan, tapi di tengah keramaian, ada yang mencuri, merusak, bahkan mengambil kesempatan dalam kekacauan. Perilaku seperti ini hanya membuat para koruptor semakin tertawa, seolah mereka sedang berkata: “Lihatlah, kalian sama saja dengan kami. Kami ini cerminan kalian.”
Dan di situlah letak kepedihan terbesar. Bahwa yang diperjuangkan adalah keadilan, tapi cara yang digunakan justru menjauh dari nilai keadilan itu sendiri. Ketika masyarakat kehilangan arah moral, maka para perusak negeri bisa dengan mudah membalikkan keadaan—dan merasa menang tanpa perlu membela diri.
Demonstrasi itu boleh—sangat boleh. Asalkan kita tidak mudah terprovokasi. Di situlah letak perbedaan antara kita dan para pejabat yang korup.
Kalau kita ingin dihargai, maka tuntutlah dengan cara yang tetap menghargai. Jika kita menginginkan pemerintah yang bermoral, maka itu harus dimulai dari kita—dengan menunjukkan bahwa kita adalah masyarakat yang bermoral dan beretika.
Dengan begitu, rakyat bisa kembali merebut kekuatan yang sejak awal memang menjadi hak kita. Arah perjuangan ini akan berjalan sesuai kehendak kita—selama kita tetap tenang dan tak mudah diprovokasi. Tetap waspada. Jaga diri. Semoga Allah SWT melindungi kita semua.
Post a Comment
Post a Comment