Jika demonstrasi yang terjadi saat ini tidak dikelola dengan bijak, situasinya bisa dengan mudah lepas kendali. Meskipun tidak semua demonstran melakukan perusakan fasilitas umum, kita harus menyadari bahwa ada risiko besar jika aksi ini dimanfaatkan oleh provokator atau pihak-pihak dengan agenda tersembunyi.
Tolong pahami hal ini sebelum sejarah kembali terulang. Ketika yang sebenarnya harus diperbaiki adalah sistem, amarah justru sering kali salah arah—menyasar rumah-rumah warga biasa yang tidak bersalah. Kita semua tahu betapa tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia. Apa yang akan terjadi jika kemarahan mulai merambat ke lingkungan tempat tinggal masyarakat, hanya karena salah sangka bahwa itu adalah rumah seorang pejabat?
Banyak warga—terutama mereka yang belum pernah mendapat akses pendidikan moral dan etika—tidak bisa melihat konteks politik yang lebih luas. Yang mereka tahu hanyalah bagaimana caranya bertahan hidup dari hari ke hari. Inilah realita kemiskinan.
Jangan sampai situasi seperti ini menjadi ladang subur bagi propaganda yang saling mengadu domba masyarakat. Jangan biarkan kita kembali ke masa kelam, saat rumah-rumah warga keturunan Tionghoa dibakar karena kebencian dan informasi palsu. Sejarah tidak boleh terulang.
Kita semua perlu merenung: siapa sebenarnya yang diuntungkan dari kekacauan ini? Siapa yang benar-benar sedang kita lawan? Melakukan demonstrasi di negara yang penuh dengan elit korup dan mafia kekuasaan memang bukan hal mudah. Tapi jangan sampai aksi kita dibajak oleh mereka yang hanya ingin merusak, bukan membangun.
Saya juga mengingatkan, catat baik-baik siapa saja pejabat publik yang memilih pergi ke luar negeri saat situasi genting ini. Mereka harus dimintai pertanggungjawaban, dan seluruh aset serta kekayaan mereka harus diperiksa secara menyeluruh.
Menggeneralisasi—menyamaratakan satu kelompok sebagai sumber masalah—adalah pedang bermata dua. Ini bisa mengarah pada kebencian buta, dan justru menghancurkan solidaritas yang seharusnya kita bangun bersama.
Tentang Tokoh Publik dan Pengaruh Mereka
Mengikuti ajakan dari beberapa influencer untuk ikut turun ke jalan tanpa mempertimbangkan fakta bahwa di lapangan terdapat provokator yang menyusup, adalah hal yang tidak bijak—terutama di tengah kondisi kemiskinan yang masih merajalela.
Pikirkan rakyat kecil lainnya. Jika gerakan ini berubah menjadi kerusuhan, dan menyebar ke rumah-rumah warga, maka yang paling menderita adalah mereka yang sebenarnya tidak tahu apa-apa. Bisa saja rumah yang dibakar adalah milik warga biasa, hanya karena disangka milik pejabat. Ini bukan keadilan—ini bencana.
Influencer dan tokoh publik harus sadar akan beratnya dampak dari kata-kata mereka. Mengajak massa turun ke jalan bukan hanya soal keberanian, tapi juga soal tanggung jawab moral. Jangan bermain api, ketika rakyat yang katanya ingin dibela justru berisiko menjadi korban.
Penutup
Ini bukan ajakan untuk diam, juga bukan seruan untuk pasrah. Ini adalah pengingat bahwa perlawanan harus disertai hati nurani dan kebijaksanaan, bukan kemarahan buta. Kita perlu bersuara dengan keberanian—tapi juga dengan akal sehat. Kita harus lantang—namun tidak kejam. Ingat siapa yang sedang kita perjuangkan—dan jangan sampai mereka yang kita perjuangkan justru menjadi korban di tengah jalan.
Post a Comment
Post a Comment